Minggu, 27 April 2014



"Siklus Matahari"

Pada tahun 2000, George Harrison bertemu dengan Guy Laliberte di suati tempat. Mereka berdua telah bersahabat sejak lama. George Harrison adalah musisi gitaris ex-Beatles, dan Guy Laliberte adalah seorang pemilik sirkus terkenal asal Kanada, Cirque de Soleil. Mereka berdua mempunyai mimpi indah yang sama ingin membuat sirkus kolaborasi, perpaduan atraksi akrobatik dengan iringan lagu The Beatles yang nanti pada tahun 2006 di pentaskan dengan tema "Beatles Love". Sayang, George Harrison yang menggagas ide ini, meninggal dunia terlebih dahulu pada tahun 2001 lalu.

Sedikit cuplikan Cirque De Soleil "Beatles Love"

Sukses atraksi "Beatles Love" dan juga performa lainnya yang di tunjukkan Cirque de Soleil, tidak lepas dari peran pendirinya, Guy Laliberte. Dulunya, ia seorang busking, atau biasa disebut dengan istilah "pemain atraksi jalanan". Spesialisasinya adalah memainkan sembur-api, akordion, dan stiltwalker (atraksi mirip berjalan di atas enggrang, namun dengan celana yang sangat panjang sehingga seolah-olah, si aktor memiliki tubuh yang extra jangkung). Sebenarnya sangat jarang ada pemain atau pemilik sirkus yang sangat sukses. Guy Laliberte merupakan sebuah "Pengecualian". Ia pada tahun 2011 di beri predikat orang terkaya ke-11 di seluruh Kanada oleh majalah The Forbes. Mengapa? karena setiap saat ia menampilkan pertunjukan-pertunjukan baru yang berbeda dari sirkus-sirkus lain. Sebagai contoh, belum ada satupun sirkus di dunia yang memadukan lagu rock dengan atraksi akrobatik seperti "Beatles Love". Atau tengok aja acara "Criss Angel Believe" yang memadukan sulap tingkat tinggi dan permainan akrobatik. Di acara ini, Guy mengundang pesulap Criss Angel yang hebat itu. Pada tahun 2009 sekali lagi Guy menciptakan sirkus yang tak pernah di buat sebelumnya, sirkus Viva Elvis. Dilihat dari namanya, sirkus ini memadukan lagu-lagu Elvis Presley dan akrobat-akkrobat tingkat tinggi dari para pemainnya.

Sedikit cuplikan Cirque De Soleil "Viva Elvis"

Sering kali kita mengeluh terhadap hidup kita yang terasa monoton dan datar. orang-orang di sekitar kita pun tidak begitu mengapresiasi keahlian dan ketrampilan yang kita miliki. Mengapa? karena keahlian yang kita miliki di anggap biasa-biasa saja oleh orang lain. Karena di anggap biasa itulah, orang lain menjadi mudah bosan terhadap diri kita. Repotnya lagi, kita pun pada satu titik, bosan dengan diri sendiri sehingga tidak mampu menjalani hidup dengan "Kepala Tegak". Lantas? cobalah temukan keahlian-keahlian baru setiap saat. Sama seperti Guy Laliberte yang mencari tema-tema, peluang-peluang, dan atraksi-atraksi baru untuk "menghidupi" acara sirkusnya. Kamu pun bisa mempelajari ilmu-ilmu baru sehingga jika muncul peluang, kamu bisa menyabetnya dengan cepat.

"Jangan biarkan orang lain bosan terhadap dirimu. Temukan keahlian baru setiap hari untuk mencari peluang-peluang baru."

Definisi Cyber Crime dan Contoh - Contoh Kasusnya


Cybercrime

Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cybercrime? Seorang yang baru “mengetuk pintu” ( port scanning ) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan
inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan pembuat virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan / hukum yang cocok untuk mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang harus kita jawab.
Contoh kasus di Indonesia
Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain . Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.
Membajak situs web . Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat cracker ini?
Probing dan port scanning . Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan?
Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau portscanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah “nmap” (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan” (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan.
Virus . Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia . Penyebaran umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus, kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana jika ada orang Indonesia yang membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan membuat virus komputer?
Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack . DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja.
Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain . Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.
IDCERT ( Indonesia Computer Emergency Response Team). Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT). Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia .
Sertifikasi perangkat security . Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency.
Bagaimana di Luar Negeri?
Berikut ini adalah beberapa contoh pendekatan terhadap cybercrime (khususnya) dan security (umumnya) di luar negeri.
•  Amerika Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web <http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada computer crime.
•  National Infrastructure Protection Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting ( critical ) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web: <http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan advisory
•  The National Information Infrastructure Protection Act of 1996
•  CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes).
•  Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer & Internet, khususnya yang akan digunakan oleh pemerintah.

Undang - undang ITE



UNDANG UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
PENDAHULUAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN  RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.       Bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b.      Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengatura mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal,merata,dan menyebar ke seeluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c.       Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesattelah menyebabkan perubahan kegiatan kegiatan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk bentuk perbuatan hukum baru;
d.      Bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus  terus dikembangkan untuk menjaga,memelihara,dan meperkukuh persatuan dan kesatan nasional berdasarkan peraturan perundang undangan demi kepentingan nasional;
e.       Bahwa pemanfaatan Teknologi dan Informasi berperan pentig dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonommian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f.       Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi infomasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhaatikan nilai nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia;
g.       Bahwa berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b, huruf c, huruf d,huruf e,huruf f,perlu membentuk Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang undang ini yang dimaksud dengan :
1.      Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,termasuk tetapi tidak trbatas pada tulisan,suara,gambar,peta,rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,telecopy atau sejenisnya,huruf,tanda,angka,kode akses,simbol,atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.      Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,jaringan komputer,dan /atau media elektronik lainnya.
3.      Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,menyiapkan,menyimpan,memproses,mengumumkan,menganalisis,dan atau menyebarkan informasi.
4.      Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,ditruskan,dikirimkan,diterima,atau disimpan dalam bentuk analog,digital,elektromagnetik,optikal,atau sejenisnya, yang dapat dilihat,ditampilkan,dan atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik,termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,suara,gambar,peta,rancangan,foto atau sejenisnya,huruf,tanda,angka,kode akses,simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5.      Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,mengumpulkan,mengolah,menganalisis,menyimpan,menampilkan,mengumumkan,mengirimkan,dan atau menyebarkan informasi elektronik.
6.      Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara,orang,badan usaha,dan atau masyarakat.
7.      Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8.      Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu  informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang.
9.      Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara Sertifikat Elektronik.
10.  Penyelenggara Sertifikat Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya,yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
11.  Lembaga sertifikat keandalan adalah lembaga independent yang dibentuk oleh profesional yang diakui ,disahkan,dan diawasi oleh pemerintah dengan kewenangan mwngaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik.
12.  Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan,terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat veridfikasi dan autentikasi.
13.  Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan tanda tangan elektronik.
14.  Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik,magnetik,optik,atau sistem yang melaksanakan fungsi logika,aritmatika,dan penyimpanan.
15.  Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16.  Kode akses adalah angka,huruf,simbol,kaarakter lainnya atau kombinasi diantaranya,yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer dan atau sistem elektronik lainnya.
17.  Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
18.  Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik.
19.  Penerima adalah subjek hukum yang menerima informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dari pengirim.
20.  Nama domain adalah alamat internet penyelenggara negara,orang,badan usaha, dan atau masyarakat,yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukan lokasi tertentu dalam internet.
21.  Orang adalah orang perseorangan,baik warga negara indonesia,warga negara asing,maupun badan hokum.
22.  Badan hukum adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan per sekutuan,baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hokum.
23.  Pemerintah adalah menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh presiden.

Pasal 2
Undang undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang undang ini,baik yang berada di ilayah hukum indonesia maupun diluar wilayah hukum indonesia,yang memiliki akibat hukum diwilayah hukum indonesia dan atau diluar wilayah hukum indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


BAB II. ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
Pemanafaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,manfaat,kehati hatian,itikad baik,dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a.       Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari msyarakat informasi dunia;
b.      Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.       Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan public;
d.      Membuka kesempatan seluas luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi       seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e.       Memberikan rasa aman,keadilan,dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

BAB III. INFORMASI,DOKUMEN,DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5
1.      Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknnya merupakan alat bukti hukum yang sah.
2.      Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknnya sebagaimana di maksud pada ayat ( 1 ) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3.      Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik di nyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Undang - undang ini.
4.      Ketentuan mengenai informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana di maksud pada ayat ( 1 ) tidak berlaku untuk :
a.       Surat menurut Undang - Undang harus di buat dalam bentuk tertulis,  dan
b.      Surat beserta dokumennya yang menurut Undang - Undang harus di buat dalam bentuk akta notaril atau akta yang di buat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang di atur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa  suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik di anggap sah sepanjang informasi yang tercanntum di dalamnya dapat di pertanggung jawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik harus memastikan bahwa informasi elektroik dan/atau dokumen elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang undangan.

Pasal 8

1.      Kecuali di perjanjikan lain, waktu pengiriman suatu informasi elektronik dan/atau dokkumen elektronik di tentukan pada saat informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik telah di kirim dengan alamat yang benar oleh pengirim ke suatu sistem elektronik yang di tunjuk atau di pergunakan penerima dan telah memasuki sistem elektronik yang berada di luar kendali pengirim.
2.      Kecuali di perjanjikan lain, waktu penerimaan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik di tentukan pada saat informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memasuki sistem elektronik di bawah kendali penerima yang berhak.
3.      Dalam hal penerima telah menunjuk suatu sistem elektronik tertentu untuk menerima informasi elektronik, penerimaan terjadi pada saat informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memesuki sistem elektronik yang di tunjuk.
4.      Dalam hal  terdapat dua atu lebih sistem informasi yang di gunakan dalam pengiriman atau penerimaan informmasi elektronik dan/atau dokumen elektronik maka :
a.       Waktu pengiriman adalah ketika informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali pengirim;
b.      Waktu penerimaan adalah ketika iformasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang bereda di bawah kendali penerima.

Pasal 9

Pelaku Usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang di tawarkan.
Pasal 10
1.      Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan taransaksi elektronik dapat di sertifikasi oleh lembaga sertifikasi keandalan.
2.      Ketentuan mengenai pembentukan lembaga sertifikasi keandalan sebagaiman di maksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 11
1.      Tanda tangan elektronik memiliki ketentua hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan;
b.      Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanyaberada dalam penanda tangan;
c.       Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat di ketahui;
d.      Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu panandatanganan dapat di ketahui;
e.       Terdapat cara tertentu yang di pakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangananya; dan
f.       Terdapat cara tertentu untuk menunjuka bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuaan terhadap informasi elektronik yang terkait;
2.      Ketentuan lebih lanjut tentang tanda tangan elektronik sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 12
1.      Setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang di gunakanya.
2.      Pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana di maksud pada ayat (1) yang tidak sekurang - kurangnya meliputi :
a.       Sistem tidak dapat di akses oleh orang yang berhak,
b.      Penanda tangan harus menerapkan prinsip kehati hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan tanda tangan elektronik;
c.       Penanda tangan harus tanpa menunda - nunda, menggunakan cara yang di anjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik ataupun cara lain yang layak dan       sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh penanda tanga dianggap memercayai tanda tangan elektronik atau kepada pihak pendukung layanan tanda tangan elektronik jika :
1.      Penanda tangan mengetahui bahwa data pembuatan tanda tangan elektronik telah dibobol;atau
2.      Keadaan yang diketahui oleh penanda tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti,kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan tanda tangan elektronik;dan
d.      Dalam hal sertifikat elektronik digunakan untuk mendukung tanda tangan elektronik,penanda tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan sertifikat elektronik tersebut.
3. Setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum yang timbul.



BAB IV. PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal 13
1.      Setiap orang berhak menggunakan jasa penyelenggara sertifikat elektronik untuk pembuatan tanda tangan elektronik.
2.      Penyelenggara sertifikat elektronik harus memastikan keterkaitan suatu tanda tangan elektronik dengan pemiliknya.
3.      Penyelenggara sertifikat elektronik terdiri atas :
a.       penyelenggara sertifikat elektronik indonesia;dan
b.      penyelenggara sertifikat elektronik asing.
4.      penyelenggara sertifikat elektronik indonesia berbadan hukum indonesia dan berdomisili di Indonesia.
5.      penyelenggara sertifikat elektronik asing yang beroperasi diindonesia harus terdaftar di Indonesia.
6.      Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara sertifikat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara sertifikat elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat(5) harus menyediakan informasi yang akurat,jelas,dan pasti kepada setiap pengguna jasa,yang meliputi :
a.       Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penanda tangan;
b.      Hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat tanda tangan elektronik; dan
c.       Hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik.
Bagian Kedua
Pasal 15
a.       Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan system elektronik secara handal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya system elektronik sebagaimana mestinya.
b.      Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
c.       Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,kesalahan,dan/atau kelalaian pihak pengguna system Elektronik.

PASAL 16
1.      Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b.      Dapat melindungi ketersediaan,keutuhan,keotentikan,kerahasiaan,dan keteraksesan Informasi Elektronik dala Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c.       Dapat beroperasi sesuai ddengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d.      Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,infformasi,atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e.       Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,kejelasan,dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
2.      Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17
1.      Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup public ataupun privat.
2.      Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
3.      Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
1.      Transaksi Elektronikyang dituangkan kedalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
2.      Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hokum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik Internasional yang dibuatnya.
3.      Jika para pihak tidak melakukan pilihan hokum dalam Transaksi Elektronik internasional,hokum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
4.      Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,arbitrase,atau lembaga penyelesaian sengketa alternative lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkiin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
5.      Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),penetapan kewenangan pengadilan,arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternative lainnya yang berwenang menangani sengketa kyang mungkin timbul dari transaksi tersebut,didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
            Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.
Pasal 20
1.      Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
2.      Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

1.      Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
2.      Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.       Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b.      Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.       Jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
3.      Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
4.      Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
5.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22

1.      Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
2.      Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI NAMA DOMAIN,HAK DAN KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23

1.      Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
2.      Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
3.      Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24


1.      Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
2.      Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
3.      Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26

1.      Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
2.      Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG


Pasal 27


1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28


1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29


Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30


1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer  dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31



1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke,dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
3.      Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32


1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
3.      Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33


Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34


1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a.       perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b.      Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
2.      Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35


Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,perubahan,penghilangan,pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36


Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37


Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.


BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38


1.      Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
2.      Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 39


1.      Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2.      Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT


Pasal 40


1.      Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2.      Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3.      Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
4.      Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
5.      Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
6.      Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41


1.      Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
2.      Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
3.      Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.


BAB X
PENYIDIKAN


Pasal 42


Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.


Pasal 43


1.      Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
2.      Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3.      Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
4.      Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
5.      Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.       menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b.      memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c.       melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d.      melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e.       melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
f.       melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g.       melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan perundang-undangan;
h.      meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i.        mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
6.      Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan,penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
7.      Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
8.      Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44


Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.       alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b.      alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).


BAB XI
KETENTUAN PIDANA


Pasal 45

1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


Pasal 46


1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
3.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).


Pasal 47


Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00(delapan ratus juta rupiah).


Pasal 48


1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49


Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50


Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah).


Pasal 51


1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52


1.      Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
2.      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
3.      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
4.      Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 53


Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 54


1.      Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
2.      Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58



Sumber referensi :
- http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf
- UU ITE.apk by Makrif Labs(com.Nhoerk.UUITE)